Sebelum masukkin anaknya ke sekolah, pertimbangan ortu nggak cuma biaya  sekolah aja, tapi juga kualitas pendidikan yang dihasilkan sekolah yang  bersangkutan. Pastinya,?  setiap ortu pengen anaknya pinter,  shalih/shalihah, en nggak gagap teknologi. Sayangnya, lumayan susah  nyari sekolah yang mampu menghasilkan produk pelajar shalih/shalihah dan  melek teknologi. Kalopun ada, biayanya mahal. So, dengan berat hati  ortu kudu memilih kualitas pendidikan anaknya. Shalih/shalihah dan dalem  ilmu agamanya atau melek teknologi? Hmm.. pilihan yang sulit. Arrghh…
Emang  faktanya, kita juga bisa liat kalo kualitas pelajar Islam secara umum  masih belon ideal. Keliatan banget “jomplangnya” Ada yang ilmu agamanya  lumayan bagus lantaran mengenyam pendidikan di sekolah agama. Sayangnya,  mereka umumnya ketinggalan di bidang iptek mengingat beban pelajaran  agamanya yang dominan dibanding sains dan teknologi. Ada juga pelajar  yang ipteknya nggak buta-buta amat lantaran sekolahnya rajin mengenalkan  perkembangan teknologi pada siswanya sebagai sarana penunjang mata  pelajaran sains. Namun sayang,?  ilmu agamanya malah kedodoran.
Nah,  yang bikin sedih lagi, masih ditemukan juga pelajar Islam yang ngendon  di sekolah agama atau pesantren, tapi malah malpraktik terhadap aturan  Islam. Seperti berpacaran atau cara berpakaian yang fastabiqul aurat  alias berlomba-lomba memamerkan auratnya yang masih lekat dalam  keseharian siswi madrasah, terutama kalo lagi di luar lingkungan  sekolah. Piye iki?!
Dikotomi pendidikan
Sobat, jomplangnya  kualitas pelajar Islam dalam ilmu agama dan sains teknologi jadi  petunjuk yang nyata akan adanya dikotomi alias pembagian orientasi dalam  sistem pendidikan di negeri ini (dan juga negeri lainnya deh).
Ada  model pendidikan yang fokus membekali anak didiknya dengan pengetahuan  agama. Konsekuensinya, siswa yang mengenyam pendidikan di madrasah atau  pondok pesantren nggak boleh alergi ama materi bahasa Arab, fiqh,  al-Quran hadits, aqidah-akhlak, atau sejarah kebudayaan Islam yang jadi  menu hariannya. So, dengan begitu diharapkan bisa menghasilkan generasi  yang gape alias mahir untuk urusan agama.
Oya, ada juga model  pendidikan yang lebih besar ngasih porsi ilmu yang berkaitan dengan  pengetahuan umum dan teknologi bagi siswanya. Pelajaran agama Islam?  Cukup sebagai pelengkap kurikulum aja di sekolah dasar maupun menengah.  Bahkan di tingkat perguruan tinggi, nasib pelajaran agama kian  mengenaskan. Cuma dikasih jatah 2 SKS. Itupun hanya dalam satu semester.  Lebih parah lagi, ada PT yang menjadikan matakuliah agama sebagai  matakuliah pilihan, ditawarkan pada semester akhir, bahkan ditiadakan.  Ngenes!
Sobat, adanya dikotomi pendidikan kian melengkapi  indikator kentalnya sekularisasi dalam kehidupan kita. Ini merupakan  bagian dari upaya musuh-musuh Islam untuk mengkerdilkan ajaran Islam  yang mulia. Seolah kehidupan beragama itu cuma boleh nongol di bulan,  saat peringatan hari besar Islam, atau dalam masjid dan musholla. Tapi  di luar itu, agama dilarang hadir. Sialnya, upaya ini seolah diamini  oleh pemerintah seperti yang tercantum dalam UU Sisdiknas No. 20 tahun  2003 Bab VI tentang?  jalur, jenjang dan jenis pendidikan bagian kesatu  (umum) pasal 15 yang berbunyi: Jenis pendidikan mencakup pendidikan  umum, kejuruan, akademik, profesi, advokasi, keagamaan, dan khusus.  Betul kan?
Dikotomi pendidikan emang bikin serba salah. Kita dipaksa  untuk memilih antara sekolah berbasis agama atau umum yang dua-duanya  nggak baik buat kesehatan jiwa dan intelektual kita. Makanya, apapun  model pendidikan yang kita ambil semuanya sama-sama melestarikan  pemisahan agama dari kehidupan kita.
Tapi, bukan berarti kita  ngelarang kalian untuk sekolah lho. Sekolah tetep wajib sebagaimana yang  diperintahkan Allah pada kita untuk menuntut ilmu. Nah, yang penting  secara pribadi kita ngaji ideologi, melek teknologi, dan nggak ikut  ambil bagian dalam komunitas pelajar sekuler. Teknisnya, biar ada di  sekolah sekuler, tapi ngaji jalan terus dan gaul teknologi pula.  Sehingga agama dan kehidupan selalu sinergi. Akur dong?
Mengenal sistem pendidikan Islam
Rasul saw. bersabda: “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim (dan muslimah)” (HR Ibnu Adi dan Baihaqi, dari Anas ra)
Kata  “ilmu” pada hadits di atas, bermakna umum. Baik ilmu agama maupun sains  dan teknologi. Sehingga dalam pendidikan Islam, ilmu agama dan ilmu  umum diberikan pada anak didik dengan porsi yang sama besarnya dan  didukung oleh media yang menunjang terhadap pendalaman ilmu keduanya.
Ilmu  agama diajarkan untuk membentuk kepribadian Islam yang unggul pada anak  didik. Untuk itu, saat mengajar guru pun nggak asal nyablak. Tapi  selalu menekankan peran agama sebagai aturan hidup dengan mengkaitkan  setiap mata pelajaran dengan akidah Islam dan hukum-hukum Islam. Guru  juga selalu mengingatkan anak didik akan kehidupan mereka di dunia dan  akhirat serta hubungan erat dua kehidupan itu. Sehingga cara berpikir  dan berperilaku anak didik disandarkan pada aturan hidup Islam. Makanya  mengenal Islam lebih dalam wajib hukumnya bagi tiap individu (fardhu  a’in), nggak boleh diwakilkan. Karena berkaitan dengan masa depan kita  di akhirat. Masing-masing lho dihisabnya.
Sementara pengetahuan sains  dan teknologi disajikan untuk mempersiapkan generasi yang punya  keahlian dalam memanfaatkan alam semesta yang telah Allah anugerahkan  untuk kemaslahatan umat.
Rasul pernah mengutus dua orang  shahabatnya ke negeti Yaman untuk mempelajari teknologi pembuatan tank  kayu pelempar batu (dababah/manjanik). Beliau pun menganjurkan kaum  wanita agar mempelajari ilmu tenun, menulis, dan merawat orang-orang  sakit (pengobatan). Rasul bersabda, “Hiasilah wanita-wanita kalian  dengan ilmu tenun”. (HR al-Khatib dari Ibnu Abbas ra)
Tidak hanya  antidikotomi, sistem pendidikan juga bisa diakses siapa aja meski beda  agama, suku, dan ras. Nggak pake komersialisasi karena semua biaya  pendidikan serta pengadaan media dan sarana pendidikan ditanggung oleh  negara. Treus nih, nggak pake lama apalagi sampe nunggu anggaran tahun  depan untuk merenovasi bangunan yang sudah diujung ambruk. Keren kan?
Produk sistem pendidikan Islam
Untuk  ngukur kesuksesan sebuah model pendidikan, pastinya orang ngeliat dari  kualitas lulusannya. Kita nggak asal ngomong kalo sistem pendidikan  Islam itu memang unggul bin berkualitas. Buktinya, bejibun  ilmuwan-ilmuwan Islam yang mampu ngasih jalan dan menjadi inspirator  perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nggak cuma lokal di negeri  Islam, tapi sampe Eropa dan seluruh dunia. Ckckck…!
Sobat, di  antara mereka adalah Ibnu Khaldun. Dunia mengenalnya sebagai seorang  ilmuwan muslim yang gape dalam bidang sosiologi dan ilmu sejarah. Nama  lengkapnya Abu Said Abd Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun al Hadrami al  Ishbili. Beliau populer berkat sebuah buku masterpiece-nya berjudul  “Muqaddimah” (Pendahulan) yang mengupas tuntas mengenai filsafat sejarah  dan sosiologi. Di dalamnya, beliau menggambarkan tanda-tanda kemunduran  Islam dan jatuh bangunnya kekhalifahan melalui pengalamannya selama  mengembara ke Andalusia dan Afrika utara.
Ada juga Ibnu Haitham.  Dialah bapak ilmu optik yang mengurai bagaimana kerja mata “mencerna”  penampakan suatu obyek. Nama lengkapnya Abu al-Muhammad al-Hassan ibnu  al-Haitham. Publik Barat mengenalnya sebagai Alhazen. Penelitiannya  mengenai cahaya telah memberikan ilham kepada ahli sains Barat seperti  Boger, Bacon, dan Kepler menciptakan mikroskop serta teleskop.
Dalam  bidang kedokteran ada Abu Bakr Muhammad bin Zakariya ar-Razi (Razes  [864-930 M]) yang dikenal sebagai “dokter Muslim terbesar” atau pakar  kedokteran Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdallah Ibn Sina (Avicenna [981-1037  M]); serta Ibnu Rusyd yang merupakan filosof, dokter, dan ahli fikih  Andalusia. Bukunya yang terpenting dalam bidang kedokteran ialah  al-Kulliyat yang berisi kajian ilmiah pertama kali mengenai tugas  jaringan-jaringan dalam kelopak mata.
Dalam bidang matematika,  ada al-Khawarizmi. Nama lengkapnya Abu Abdullah Muhammad Ibn Musa  al-Khwarizmi (770-840) lahir di Khwarizm (Kheva), kota di selatan sungai  Oxus (sekarang Uzbekistan) tahun 770 masehi. Inilah penemu salah satu  cabang ilmu matematika, Algoritma. Diambil dari namanya, al-Khawarizmi.  Beliau juga yang menjadi penemu angka nol.
Dalam bidang kimia,  ada Jabir Ibn Hayyan. Ide-ide eksperimen Jabir sekarang lebih dikenal  sebagai dasar untuk mengklasifikasikan unsur-unsur kimia, utamanya pada  bahan metal, non-metal, dan penguraian zat kimia. Karya-karya beliau  yang masyhur Kitab al-Kimya dan Kitab al-Sab’een, sudah banyak  diterjemahkan ke dalam bahasa latin. Terjemahan Kitab al-Kimya bahkan  telah diterbitkan oleh orang Inggris bernama Robert Chester tahun 1444,  dengan judul The Book of the Composition of Alchemy. Buku kedua (Kitab  as-Sab’een), diterjemahkan juga oleh Gerard Cremona. Lalu tak  ketinggalan Berthelot pun menerjemahkan beberapa buku Jabir, yang di  antaranya dikenal dengan judul Book of Kingdom, Book of the Balances,  dan Book of Eastern Mercury.
Dalam bidang geografi, ada  al-Idrisi, orang Barat menyebutnya Dreses. Al-Idris (1099-1166) dikenal  oleh orang-orang Barat sebagai seorang pakar geografi, yang telah  membuat bola dunia dari bahan perak seberat 400 kilogram untuk Raja  Roger II dari Sicilia. Globe buatan al-Idrisi ini secara cermat memuat  pula ketujuh benua dengan rute perdagangannya, danau-danau dan sungai,  kota-kota besar, dataran serta pegunungan. Beliau memasukkan pula  beberapa informasi tentang jarak, panjang dan ketinggian secara tepat.  Bola dunianya itu, oleh Idris sengaja dilengkapi pula dengan Kitab  al-Rujari (Roger’s Book). Wuih, super keren deh!
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar