Sore yang indah. Udara berhembus sejuk. Hujan rintik membasahi bumi. Di  Rumah Amalia kedatangan tamu. Anak-anak Amalia duduk melingkar  menyelesaikan tugasnya. Sebagian lainnya sedang menghapal doa2 pendek.  Dua cangkir teh manis dihidangkan oleh istri saya. Bapak, sang tamu  membuka percakapannya.
Beliau bertutur bahwa hidupnya terbilang  mudah. kariernya menanjak begitu cepat namun disisi lain justru  kehidupannya terasa kering kerontang. Jauh dari Sang Khaliq. Anak-anak  dan istrinya terpenuhi kebutuhan materinya tetapi dari sisi batin mereka  gersang karena tidak ada yang membimbing dan mengajak menuju jalan  Allah.
Sampai suatu malam beliau diajak oleh teman-temannya ikut  berpesta. Minum-minuman keras ditegaknya sampai melebih batas. Membuat  dirinya terkapar sekarat. Bagai diambang ajal. sekujur tubuhnya  bergetar, menggigil. keringatnya bercucuran. Akhirnya kedua matanya  terpejam. Bagai memasuki lorong yang gelap.  Tiba-tiba dikejutkan datang  segerombolan orang berebut makanan. Berebut sampai ada yang menendang  bahkan menonjok agar mendapatkan jatah makanan.  Gerombolan orang-orang  bukan berwajah manusia melainkan wajahnya aneh bahkan ada yang berkepala  binatang. Mereka berkelahi sesama mereka.
Ada satu orang yang  memiliki makanan yang enak dan selalu saja datang makanan. Dirinya  menghampiri orang yang memiliki banyak makanan.
'Siapa mereka, orang-orang berwajah aneh, ada juga yang berkepala binatang berebut makanan?'
Orang  yang duduk sendirian dan tidak berebut makanan itu menjawabnya, 'Mereka  adalah orang yang semasa hidupnya tidak pernah sholat dan suka  mendzalimi orang lain dan tidak pernah berbuat baik sehingga harus  mendapatkan balasan atas perbuatannya.'
'Lalu mengapa anda tidak berebut makanan? Dan selalu datang makanan yang berlimpah untuk anda?'
'Saya  mendapatkan makanan ini karena semasa hidup saya senantiasa menjalan  sholat lima waktu, banyak menolong orang lain dan mendidik anak saya  sehingga setiap waktu anak cucu saya mengirimkan al-fatehah kepada saya.  Itulah sebabnya saya menjadi tenang karena makanan datang dari amal  baik yang saya lakukan.' Ucapan itu benar-benar menghujam sampai ke ulu  hatinya. Tangisan dan raungan penyesalan memohon ampun kepada Allah.
Setelah  beliau tersadar dari pingsannya, tanpa berpikir panjang untuk mengajak  anak-anak dan istri untuk sholat berjamaah di masjid. Bertaubat, memohon  ampun kepada Allah atas semua perbuatannya. Dalam sujud, hatinya penuh  syukur kehadirat Allah masih diberikan kesempatan hidup yang kedua  kalinya, memperbaiki kesalahan yang pernah dilakukannya. Setiap kali  sholat, beliau selalu ingat peristiwa yang dialaminya, bayang-bayang  kematian itu begitu kuat sehingga tekadnya untuk mengajak anak-anak dan  istrinya senantiasa menjalankan sholat dan lebih mendekatkan diri kepada  Allah Subhanahu Wa Ta'ala.
'Segala puji bagi Allah, saya  bersyukur kepada Allah atas kesempatan hidup yang kedua kali ini. Mas  Agus, saya benar-benar sadar dan bertaubat atas semua perbuatan saya.'  tuturnya. Air matanya mengalir, penuh kebahagiaan. Subhanallah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar