Sabtu, 21 Agustus 2010

agar rezeki menjadi berkah

Muhsin sering kali mengunjungi familinya di luar kota. Meski rumah yang dikunjunginya sederhana ia merasa nyaman, hidangan yang disuguhkan biasa saja, namun ia merasakan nikmat. Karena itulah ia suka berlama-lama dan terkadang ia menginap beberapa hari di tempat itu.
Sebenarnya tak jauh dari situ, ada famili yang lain. Tetapi ia jarang berkunjung ke sana, karena tidak betah. Padahal kamar dan rumahnya lebih luas. Kue yang terhidang pun bisa lebih lezat. Tapi ia merasa tidak bisa menikmati. Kalau pun sesekali bertamu, ia segera cepat-cepat pamit. Ia tak pernah ada keinginan menginap seperti di familinya yang pertama.
Bisa banyak hal yang membuat Muhsin merasakan hal seperti itu. Namun yang paling dirasakan dari perbedaan keduanya adalah suasana hati. Keluarga yang pertama menerimanya dengan senang hati dan terbuka. Kata yang sering terucap adalah rasa syukur. Ada suasana kehangatan di dalamnya. Suami istri itu saling menyayangi. Anak- anak mereka shalih dan shalihah, taat beribadah dan berbakti pada orang tua.
Suasana yang seperti ini, tidak ia jumpai pada keluarga yang kedua. Mereka menemui Muhsin dengan setengah hati dan muka cemberut. Yang sering terucap dari anggota keluarga ini adalah keluhan, tak ada rasa syukur. Hubungan suami dan istri sering uring- uringan. Bahkan tidak jarang terdengar teriakan pertengkaran di rumah itu. Rupanya yang tidak betah di rumah itu bukan hanya Muhsin, bahkan penghuninya sendiri juga demikian. Suami atau istri masing- masing lebih suka mencari hiburan di luar rumah. Anak- anaknya yang sudah menginjak remaja lebih sering keluyuran malam. Hal itu terjadi karena hilangnya kehangatan, cinta, dan kebersamaan di rumah, yang ada adalah suasana kering, hampa makna, dan terasingkan.
Hidup tenang dan bahagia tentu harapan semua orang. Namun ternyata tidak semua keluarga bisa mendapatkannya, walau sudah bersusah payah membangun rumah besar dan mengumpul banyak harta, namun rasa bahagia itu belum juga menyemai. Karena ternyata kebahagiaan tidak hanya berasal dari banyaknya harta, tapi juga berkahnya. Bagaimana cara agar harta kita berkah? Berkah tidaknya harta bisa disebabkan dua hal. Pertama adalah cara mendapatkannya. Kedua, cara membelanjakannya.

Mendapatkan secara Halal

Mendapatkan harta secara halal, semacam jual beli yang dilakukan dengan jujur dan saling menolong akan mendatangkan berkah. Sebaliknya cara riba seperti yang dilakukan oleh rentenir yang suka mencekik hidup orang lain adalah diharamkan yang akan jauh dari berkah.
Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Al Baqarah: 275)
Harta dari korupsi, merampok, menipu dan semacamnya tidak akan berkah. Bahkan andai diamalkan pun juga tak akan bisa membersihkan harta. Karena memang sejak awal harta itu sudah kotor. Allah Maha Suci dan hanya menerima yang suci, tidak akan menerima hal yang kotor.
Ibn Hibban meriwayatkan Rasulullah bersabda: "Orang yang mendapatkan hartanya dengan cara haram, lalu bersedekah dengannya, ia tidak akan mendapat pahala dan dosanya tetap harus ia tanggung". Imam Adz Dzahaby menambahkan dalam riwayat lain: "Bahwa harta tersebut kelak akan dikumpulkan lalu dilemparkan ke dalam neraka Jahannam".
Harta yang berkah mengundang ridha Allah. Harta yang demikian mendatangkan kebaikan yang bertambah- tambah bagi pemiliknya. Jika dibuat rumah, membuat para penghuninya kerasan dan tenang. Dibelanjakan untuk kebutuhan keluarga terasa cukup dan membuat tumbuhnya rasa syukur. Mereka terasa ringan dan mudah beribadah. Ada suasana saling menyayangi di antara keluarga itu.
Sebaliknya harta yang tidak berkah mengundang murka Allah. Harta yang seperti ini justru mendatangkan berbagai keburukan bagi pemiliknya. Famili Muhsin yang kedua, mungkin lebih dekat dengan gambaran harta yang tidak berkah. Bukan hanya pemiliknya yang merasakan, orang yang bertamu pun juga merasakan hawa panas ketidakberkahan.
Karena itu sebelum kita terjerembab lebih jauh, alangkah baiknya kita segera evaluasi diri. Sudahkah harta ini diperoleh dengan cara yang halal? Sungguh tidak ada yang tersembunyi di hadapan Allah. Kalau Dia sudah tidak menyenangi harta yang kita miliki, kemana pun kita pergi tak akan bisa selamat. Perasaan tidak tenang dalam keluarga seperti contoh di atas, boleh jadi teguran dari Allah agar kita segera kembali kepada- Nya. Tidak ada cara lain mengundang berkah dan ridha- Nya kecuali dengan cara mencari harta yang halal. Janganlah sampai keinginan kita menikmati duniawi dan perhiasannya mengorbankan ketenangan dan kehormatan diri kita di sisi Allah.
Dan apa saja yang diberikan kepada kamu, maka itu adalah ke- nikmatan hidup duniawi dan perhiasannya; sedang apa yang di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal. Maka apakah kamu tidak memahaminya? (QS. Al Qashash:60)

Membelanjakan di Jalan Allah
Penyebab kedua berkah dan tidaknya harta adalah cara membelanjakannya. Harta yang telah diperoleh dengan cara yang halal haruslah dikelola sesuai petunjuk Allah. Sebab meski harta itu milik kita, namun pada hakekatnya Allah Pemilik segala apa yang tercipta. Bumi yang kita huni adalah ciptaan dan milik- Nya. Langit tempat kita berteduh juga milik-Nya. Tubuh, pikiran bahkan ruh yang kita punyai sesungguhnya hanya titipan yang akan kembali kepada-Nya. Seorang mukmin yang mendapat rizki harus langsung ingat bahwa ini semua dari Allah. Inilah yang dicontohkan oleh Nabi Sulaiman saat dianugerahi kekayaan yang sangat banyak dan berkah.
Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). (QS. An Naml: 40)
Salah satu tanda syukur yaitu mengeluarkan dari sebagian rizki yang terima dengan zakat, infaq dan shadaqah. Ingat di harta yang kita dapatkan secara halal itu masih ada hak fakir miskin dan orang lain. Dengan memberikannya kepada mereka berarti kita telah menyucikan harta dan jiwa. Buahnya, harta kita akan mendapat ridha dan berkah dari-Nya. Keluarga menjadi lembut hati dan saling menyayangi karena ada rahmat Allah yang menyertai. Suasana demikian ini tidak hanya dirasakan penghuninya, tapi orang lain pun ikut merasakan suasana bahagia itu.
Lain halnya kalau seseorang tak bersyukur dan mengingkari nikmat-Nya, yang datang justru murka. Bila yang cemberut itu si pemilik rumah kita bisa menghindari bertemu dengannya seperti yang dilakukan Muhsin di atas, Tapi kalau yang tidak suka dengan kita adalah pemilik alam raya kemana kita bisa menghindar? Saat kita merasa aman tidak menunaikan perintah-Nya, Namun Allah akan memaksanya keluar dengan berbagai cara. Misalnya, anak yang kita cintai dan kita manjakan dengan harta itu tiba- tiba terjerumus pada kriminal atau narkoba. Kita pun berurusan dengan polisi. Biaya yang dikeluarkan untuk pengacara dan rehabilitasi tidak sedikit. Akhirnya harta yang dieman itu hancur juga. Itulah akibatnya kalau harta tidak berkah. Zakat, infaq dan shadaqah adalah penawarnya.
Sembuhkan penyakit kalian dengan cara shadaqah. Lindungi harta yang kalian miliki dengan zakat. (HR. Baihaqi)
Ya Allah…berikan kami keselamatan dan kesehatan. Berkahilah rizki, keluarga dan hidup kami. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar